banner 325x300
PaluPolitikSulawesi Tengah

Mimbar Demokrasi Tolak Politik Dinasti

×

Mimbar Demokrasi Tolak Politik Dinasti

Sebarkan artikel ini
Kegiatan mimbar demokrasi ini digelar di halaman kampus Uniazlam Palu, Jumat (01/12/2023)
Kegiatan mimbar demokrasi ini digelar di halaman kampus Uniazlam Palu, Jumat (01/12/2023)

FrameNews.id, Palu – Gerakan mahasiswa menentang dan menolak politik dinasti menjelang Pemilihan Presiden Indonesia mulai digaungkan di Kota Palu, Provinsi Sulawesi Tengah (Sulteng). Gerakan yang dipelopori mahasiswa Universitas Azis Lamadjido (Uniazlam) Palu tersebut mengusung Mimbar Demokrasi, yang diikuti oleh ribuan mahasiswa.

Sebagai aksi perdana gerakan mahasiswa pejuang ini menargetkan 5.000 mahasiswa, yang datang dari berbagai elemen kampus dan perguruan tinggi. Kegiatan mimbar demokrasi ini digelar di
halaman kampus Uniazlam Palu, Jumat (01/12/2023).

Advertisement
banner 325x300
Scroll untuk lanjut membaca

Mimbar demokrasi ini menampilkan para orator dari aktivis 98 seperti Ariyanto Sangaji, Deddy Irawan, dan Dedi Askary. Semuanya bergantian berorasi dengan juniornya mahasiswa perwakilan
dari perguruan tinggi yang ada di Kota Palu, seperti dari Universitas Tadulako (Untad), Universitas Alkhairaat (Unisa), Poltekes, dan beberapa perguruan tinggi lainnya.

Mimbar demokrasi diawali dengan orasi dari Ketua Yayasan Panca Bakti Palu, Ir. H. Rendy Afandi Lamadjido, MBA.

Dalam orasinya, Rendy sangat bangga masih ada mahasiswa di era milenial ini yang menghimpun kekuatan melawan kekuasaan yang mulai melenceng dari titah Reformasi 1998.

“Kekuatan mahasiswa melawan rejim itu tugas mulia. Melihat kesewenang- wenangan. Maka perlu dilahirkan gerakan mahasiswa sebagai kontrol terhadap jalannya pemerintahan, “ tegas Rendy.

Dia melihat gerakan mahasiwa adalah menyuarakan anti terhadap tumbuhnya politik dinasti.

Ketua panitia pelaksana, Moh Idham, mengungkapkan Mimbar Demokrasi diikuti 5.000 mahasiswa dan rakyat Sulteng. Dirinya mengajak untuk menjaga hakikat demokrasi menolak politik dinasti dan pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM). Kekuatan gerakan ini diikuti mahasiswa, dosen, budayawan, seniman dan tokoh masyarakat.

“Begitu banyak ketimpangan yang terjadi di masyarakat. Kita punya keresahan yang sama. Negara kita tidak lagi berpihak pada masyarakat. Tidak berpihak kepada petani dan nelayan. Tetapi kami bersyukur masih ada aktivis perempuan yang masih melawan, “ ungkapnya.

Ke halaman selanjutnya….

error: DILARANG MENGCOPY KONTEN TANPA IZIN REDAKSI FRAMENEWS.ID